
sejak paruh kedua abad ke-18 mushaf jenis ini selalu terdiri atas 15 baris, dan ini menjadi standar sampai berakhirnya penyalinan naskah mushaf secara manual pada akhir abad ke-19 (Stanley2004: 59).
Selama beberapa dasawarsa sejak awal tahun 1930-an, produksi mushaf diIndonesiadidominasi oleh cetak ulang “Qur’an Bombay” yang berciri huruf tebal. Keadaan itu berlangsung hingga tahun 1970-an, ketika Penerbit Menara Kudus mulai mencetak “Qur’an Sudut” (nama lain model ini) untuk memenuhi kebutuhan para santri yang belajar menghafal Al-Qur’an.
Di sini, sekali lagi, terlihat adanya kaitan yang sangat erat antara pencetakan mushaf jenis ini dengan aktivitas menghafal Al-Qur’an. Menurut informasi, Penerbit Menara Kudus memperoleh “Qur’an Pojok” yang dicetaknya itu dari Kiai Arwani Amin, pengasuh Pesantren Yanbu’ul Qur’an, pesantren khusus menghafal Qur’an yang terkenal di Kudus. Pesantren ini memiliki ribuan santri.
Penerbit Menara Kudus tidak mencantumkan nama penulis “Qur’an Pojok” yang dicetaknya. Namun, dari perbandingan tulisan, dapat diketahui secara pasti bahwa Qur’an tersebut adalah reproduksi (copy ulang) sebuah Qur’an yang diterbitkan oleh Percetakan Usman Bik, Turki. Di bagian belakang mushaf terdapat kolofon bahwa mushaf ini ditulis oleh Mustafa Nazif, dan telah ditashih oleh Hai’ah Tadqiq al-Masahif asy-Syarifah pemerintah Turki di Percetakan Usman Bik, Jumada al-Ula 1370 H (Februari-Maret 1951). Di bagian flap sampul terdapat tulisan “Muhammad Salih Ahmad Mansur al-Baz al-Kutubi bi-Bab al-Islam bi-Makkah al-Mukarramah” – barangkali merupakan pedagang kitab di Mekah yang mengedarkan Al-Qur’an ini.
Ukuran mushaf aslinya adalah 19,5 x 13,5 cm, tebal 5 cm, sedangkan ukuran mushaf Menara Kudus 15,5 x 11,5 cm, tebal 2,5 cm. Ukuran ini termasuk kecil dibandingkan dengan ukuran Al-Qur’an pada umumnya waktu itu. Ukuran tersebut sesuai dengan keperluan praktis para penghafal Al-Qur’an, sehingga lebih mudah dibawa-bawa para santri dalam latihan menghafal sehari-hari.
Karena Al-Qur’an ini memiliki beberapa perbedaan dalam hal ejaan tulisan seperti yang ada dalam “Qur’an Bombay” yang telah biasa digunakan masyarakat luas, di bagian belakang mushaf yang dicetak Penerbit Menara Kudus itu terdapat uraian tambahan dalam aksara Jawi berjudul “Bacaan Qur’an yang Perlu Diperhatikan”. Tulisan ini disusun oleh Kiai Sya’roni Ahmad, Kudus, serta ditashih dan disempurnakan oleh Kiai Arwani Amin. Pada halaman berikutnya terdapat “Surat Tanda Tashih” dari Lajnah Pentashih Al-Qur’an, Kementerian Agama RI, dan di bawahnya ada pernyataan “Cetakan al-Qur’an ini telah diperiksa dan diteliti oleh (1) al-‘Allamah al-Hafiz Kiai Arwani Amin, (2) al-Mukarram al-Hafiz Kiai Hisyam, Kudus, (3) al-Muhtaram al-Hafiz Kiai Sya’roni Ahmad, Kudus” dengan tanda tangan masing-masing.

Namun tidak semua “Qur’an Pojok” yang beredar di Indonesiamerupakan hasil cetak ulang atas Al-Qur’an dari Turki. Penerbit Wicaksana, Semarang, Jawa Tengah, pada tahun 2001 menerbitkan Al-Qur’an hasil karya Safaruddin, dari Panunggalan, yang selesai ditulisnya pada tahun 1418 H (1997-98). Reka letak ayat mushaf ini sama dengan “Qur’an Kudus” yang telah dikenal luas di masyarakat. Namun, berbeda dengan “Qur’an Kudus” yang menggunakan rasm imla’i (atau rasm usmani asasi), Al-Qur’an ini menggunakan rasm usmani sepenuhnya seperti halnya “Qur’an Bombay” yang digunakan oleh mayoritas masyarakat Muslim di Indonesia.
http://lajnah.kemenag.go.id
Download Al-Quran Dan Terjemah Indonesia Menara Kudus Full
Untuk pendaftaran santri baru tahun ini bagaimana?? Bolehkah tau info lebih lengkapnya?
ReplyDeletesilakan download brosurnya saja. namun untuk saat ini. pendaftaran santri putri untuk sementara ditutup. dikarenakan sudah penuh.
ReplyDeleteApakah ada kemungkinan untuk dibuka kembali pendaftarannya?
ReplyDeletesistem kuota mbak. jadi kalau nanti ada kamar, berarti bisa masuk.
DeleteAda kamarnya kapan akh klo boleh tau?
ReplyDeleteNunggu yang sudah jadi santri wati ada yang keluar?